Ragam Kata-Kata Adat

1. Kato petatah
Disebut juga pepatah. Berasal dari kata 'tatah' yang artinya pahatan atau patokan. Jadi petatah adalah kata-kata yang mengandung pahatan kata atau patokan hukum. Misalnya ”hiduik dikanduang adat”. Maksudnya hidup itu mempunyai aturan. Untuk menjelaskan adat atau aturan digunakan kato petiti. 

2. Kato petiti
Berasal dari kata titi atau titian, yang artinya jembatan sederhana dari bambu atau kayu. Jadi kato petiti adalah kata-kata yang bisa menjadi jembatan atau jalan yang bisa ditempuh lebih baik untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Kata petitihi ni digunakan untuk menjelaskan kato petatah. Untuk menjelaskan pepatah “hiduik dikanduang adat” di atas kata petitihnya adalah sbb.
adaik hiduik toloang-manoloang, (adat hidup tolong menolong) 
adaik mati janguak-manjanguak, (adat mati jenguk-menjenguk)
adaik lai bari mambari, (adat kaya beri-memberi)
adaik tidak basalang-tenggang, (adat miskin pinjam meminjamkan)
karajo baiak bahimbauan, (kerja baik dipanggilkan)
karajo buruak bahambauan. (kerja buruk berhambauan)” 
 
3. Mamangan
Merupakan kalimat yang mengandung arti sebagai pegangan hidup, sebagai anjuran ataupun larangan. Misalnya, mamangan yang bersifat anjuran, ”anak dipangku, kamanakan dibimbiang” (anak dipangku kemenakan dibimbing). Maksudnya seorang lelaki Minangkabau harus bertanggung jawab menghidupi anaknya, serta memberi bimbingan kepada kemenakannya. Contoh mamangan yang berupa larangan, misalnya ”gadang jan malendo, cadiak jan manjua” (besar jangan melanda, cerdik jangan menjual). Maksudnya adalah seorang pemimpin jangan menggilas rakyat kecil dan orang pintar jangan menipu yang bodoh. 

4. Pituah
Merupakan kalimat yang mengandung nasihat yang bijak atau semacam kata mutiara yang diucapkan orang tua atau tokoh yang disegani di masyarakat. Contohnya, ”lamak dek awak, katuju dek urang” (enak oleh kita, disukai oleh orang lain). Artinya, apa yang ingin kita lakukan, usahakan agar hal tersebut adalah hal yang disukai orang lain.
5. Pameo
Merupakan kalimat yang jika dilihat artinya tampak berlawanan, bahkan hal yang tak mungkin terjadi. Contoh: ”duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang” (duduk sendiri bersempit-sempit, duduk bersama berlapang-lapang). Maksudnya adalah jika dalam pergaulan kita memencilkan diri, maka akan banyak menemui kesulitan dan susah menyelesaikannya. Sebaliknya jika mau membina pergaulan maka hidup akan terasa lapang karena banyak yang membantu. 

6. Kieh
Merupakan kata kiasan yang berisi sindiran. Sindiran dikenal juga dengan kato malereng. Kata ini ditujukan secara tidak langsung kepad sasaran. Bahasa ini digunakan untuk menjaga kesopanan. Contohnya, seorang mertua ingin mengias menantunya yang malas berusaha. Mertua tersebut tidak langsung menasehati menantunya, tetapi berkata dengan suara yang agak keras sehingga didengar menantunya itu. ”Ndeh kuciangko, banyak bana makan. Manangkok mancik indak amuah do!” (Duh kucing ini banyak sekali makannya. Menangkap tikus tidak mau!).
 
Karya Sastra Prosa
1. Tambo
tambo adalah karya sastra paling khas di Minangkabau. Kekhasannya adalah isinya yang mengandung nilai-nilai sejarah dan kaya akan falsafah kehidupan. Tambo adalah sejarah yang dutyangkan ke dalam bahasa sastra Minangkabau yang tinggi. Orang yang tidak mengerti dengan wawasan pemikiran Minangkabau, tentu akan sulit untuk memahaminya. Perbendaharaan bahasa dalam tambo adalah Bahasa Minangkabau Klasik, karena itu bahasa tambo penuh dengan simbol dan kode bahasa yang sifatnya semu dan mengandung seribu makna. Bahasanya mencerminkan perwatakan orang Minangkabau yang sangat idealis, yang kaya dengan imajinasai dan mengutamakan rasa. Tambo adalah karya sastra yang tertua di Minangkabau. Pada mulanya ia adalah kisah turun-temurun dari generasi ke generasi melalui penuturan lisan. Karena berpindah dari mulut ke mulut, maka jalan cerita, isi, dan versi tambo mengalami perubahan-perubahan, namun bobotnya tetap. Setelah agama Islam masuk, tambo mulai dibukukan dalam bahasa Arab Melayu.
2. Kaba
Kaba juga merupakan produk yang sangat khas dari sastra Minangkabau. Saat ini, kaba dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu kaba klasik dan kaba baru. Kaba klasik adalah kaba yang diangkat dari hikayat atau sama dengan hikayat, dan cerita lisan seperti Sabai Nan Aluih, Talipuak Layua, Gadih Ranti, dan Tupai Janjang. Hikayat Anggun Cik Tunggal diolah menjadi Kaba Anggun nan Tungga. Hikayat Malin Deman menjadi Kaba Malin Deman. Hikayat Umbut Muda menjadi Kaba Umbuik Mudo, bahkan Tambo Pagaruyuang diolah menjadi Kaba Cindua Mato.
Kaba baru adalah kaba yang dikarang sesuai kehidupan baru. Tidak bersumber dari hikayat atau cerita lisan, tapi dikarang sendiri oleh pengarangnya.
Karya Sastra Puisi
1. Pasambahan Adat
Pasambahan adat lebih menyerupai teks pidato yang menggunakan gaya bahasa sastra, sehingga sering disebut Pidato Pasambahan. Pasambahan adat sangat penting kedudukannya dalam upacara adat Minangkabau, misalnya dalam upacara perhelatan perkawinan, penobatan penghulu, kenduri atau perjamuan, upacara kematian, kerapatan adat, dll. Gaya bahasanya hampir sama dengan gaya bahasa ava dan pantun. Kalimat di dalmnya panjang-panjang. Biasanya dilakukan dengan bersahutan bukan bergiliran. Pasambahan adat lebih merupakan suatu dialog adat tentang hal-hal yang terkandung dalam upacara yang mereka laksanakan.
2. Pantun
pantun merupakan karya sastra paling utama di Minangkabau. Pantun adalah permainan bahasa sehari-hari, ia juga menjadi bunga kaba, serta hiasan pasambahan adat. Pantun Minangkabau sangatlah beragam. Kalimatnya ada yang terdiri dari 4 baris dan ada pula 2 baris. Selain itu, ada pula pantun yang terdiri dari 6-12 baris.
Ragamnya:
Pantun adat, biasanya digunakan dalam pasambahan adat yang biasanya dikutip dari undang-undang, hukum, tambo, dsb.
Pantun tua, baisanya berisi nasehat dari orang tua kepada orang muda.
Pantun muda, biasanya digunakan dalam pergaulan muda-mudi.
Pantun suka, disebut juga pantun jenaka, digunakan untuk ejekan dan bahan tertawaan.
Pantun duka, mengungkapkan perasaan duka dan rasa sedih. Isinya bisa berupa pengalaman pahit yang dialami.
3. Talibun, Seloka, Gurindam
Talibun adalah pantun yang terdiri dari 6-12 baris.
Seloka adalah pantun empat baris yang terdiri dari beberapa untai.
Gurindam adalah saripati kata yang tersusun dalam 2 dan 4 baris. Berbeda dengan pantun, maka dalam gurindam tidak mempunyai sampiran, tetapi langsung kepada isinya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar